Selasa, 11 April 2017

terorisme

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Dimulai dari peristiwa menggemparkan 11 September 2001 hari kelam bagi Amerika, saat dua pesawat tempur menghantam sepasang gedung megah WTC, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak menggunakan pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat komersil milik perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar Amerika Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua di antaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers World Trade Centre dan gedung Pentagon.
Berita jurnalistik seolah menampilkan gedung World Trade Center dan Pentagon sebagai korban utama penyerangan ini. Padahal, lebih dari itu, yang menjadi korban utama dalam waktu dua jam itu mengorbankan kurang lebih 3.000 orang pria, wanita dan anak-anak yang terteror, terbunuh, terbakar, meninggal, dan tertimbun berton-ton reruntuhan puing akibat sebuah pembunuhan massal yang terencana. Akibat serangan teroris itu, menurut Dana Yatim-Piatu Twin Towers, diperkirakan 1.500 anak kehilangan orang tua. Di Pentagon, Washington, 189 orang tewas, termasuk para penumpang pesawat, 45 orang tewas dalam pesawat keempat yang jatuh di daerah pedalaman Pennsylvania. Para teroris mengira bahwa penyerangan yang dilakukan ke World Trade Center merupakan penyerangan terhadap "Simbol Amerika". Namun, gedung yang mereka serang tak lain merupakan institusi internasional yang melambangkan kemakmuran ekonomi dunia. Di sana terdapat perwakilan dari berbagai negara, yaitu terdapat 430 perusahaan dari 28 negara. Jadi, sebetulnya mereka tidak saja menyerang Amerika Serikat tapi juga dunia. Amerika Serikat menduga Osama bin Laden sebagai tersangka utama pelaku penyerangan tersebut.
Kejadian ini merupakan isu global yang memengaruhi kebijakan politik seluruh negara-negara di dunia, sehingga menjadi titik tolak persepsi untuk memerangi Terorisme sebagai musuh internasional. Pembunuhan massal tersebut telah mempersatukan dunia melawan Terorisme Internasional. Terlebih lagi dengan diikuti terjadinya Tragedi Bali, tanggal 12 Oktober 2002 yang merupakan tindakan teror, menimbulkan korban sipil terbesar di dunia, yaitu menewaskan 184 orang dan melukai lebih dari 300 orang. Perang terhadap Terorisme yang dipimpin oleh Amerika, mula-mula mendapat sambutan dari sekutunya di Eropa. Pemerintahan Tony Blair termasuk yang pertama mengeluarkan Anti Terrorism,Crime and Security Act, December 2001, diikuti tindakan-tindakan dari negara-negara lain yang pada intinya adalah melakukan perang atas tindak Terorisme di dunia, seperti Filipina dengan mengeluarkan Anti Terrorism Bill dan sebuah pesawat menubruk pusat keamanan AS Pentagon beberapa menit kemudian. Sebuah aksi terorisme yang tak pelak menebar ketakutan di kalangan berbagai pihak, baik dari pihak AS, maupun masyarakat internasional. Lebih ironisnya lagi, aksi itu dikaitkan dengan Islam, karena oknnum-oknum yang berperan aktif dalam aksi tersebut memang menggunakan lambang islam, mulai dari pakaian, perawakan, sampai video pribadi penyeru jihad.
Secara luas, gerakan-gerakan seperti ini disinyalir sebagai gerakan radikalisme Islam, yang notabennya terus-menerus dikaitkan dengan wacana kekerasan. Sehingga dapat membuat citra Islam di mata dunia menjadi semakin buruk, disamping peradaban Islam juga telah mengalami keterpurukan.



BAB II
PEMBAHASAN

  1. Definisi Radikalisme
Kata radikalisme ditinjau dari segi terminologis berasal dari kata dasar radix yang artinya akar (pohon). Radikalisme menurut bahasa berarti paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan. Kata ini dapat dikembangkan menjadi kata radikal, yang berarti lebih adjektif. Hingga dapat dipahami secara kilat, bahwa orang yang berpikir radikal pasti memiliki pemahaman secara lebih detail dan mendalam, layaknya akar tadi, serta keteguhan dalam mempertahankan kepercayaannya.
Ketua umum Dewan Masjid Indonesia, Dr. dr. KH. Tarmidzi Taher memberikan komentarnya tentang radikalisme bermakna positif, yang memiliki makna tajdid (pembaharuan) dan islah (perbaikan), suatu spirit perubahan menuju kebaikan. Hingga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara para pemikir radikal sebagai seorang pendukung reformasi jangka panjang. Jadi, radikalisme adalah pandangan / cara berfikir seseorang yang menginginkan peningkatan mutu, perbaikan, dan perdamaian lingkungan multidimensional, hingga semua lapisan masyarakatnya dapat hidup rukun dan tenteram.
Akan tetapi, dalam perkembangannya pemahaman terhadap radikalisme itu sendiri mengalami pemelencengan makna, karena minimnya sudut pandang yang digunakan, masyarakat umum hanya menyoroti apa yang kelompok-kelompok radikal lakukan (dalam hal ini praktek kekerasan), dan tidak pernah berusaha mencari apa yang sebenarnya mereka cari (perbaikan). Seperti yang dikemukakan oleh Dawinsha bahwa radikalisme itu sama dengan teroris. Tapi ia sendiri memakai radikalisme dengan membedakan antara keduanya. Radikalisme adalah kebijakan dan terorisme bagian dari kebijakan radikal tersebut. Definisi Dawinsha lebih nyata bahwa radikalisme itu mengandung sikap jiwa yang membawa kepada tindakan yang bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan kemapanan dan menggantinya dengan gagasan baru.

  1. Sejarah Kemunculan Radikalisme
Munculnya isu-isu politis mengenai radikalisme Islam merupakan tantangan baru bagi umat Islam untuk menjawabnya. Isu radikalisme Islam ini sebenarnya sudah lama mencuat di permukaan wacana internasional. Radikalisme Islam sebagai fenomena historis-sosiologis merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam wacana politik dan peradaban global akibat kekuatan media yang memiliki potensi besar dalam menciptakan persepsi masyarakat dunia. Banyak label label yang diberikan oleh kalangan Eropa Barat dan Amerika Serikat untuk menyebut gerakan Islam radikal, dari sebutan kelompok garis keras, ekstrimis, militan, Islam kanan, fundamentalisme sampai terrorisme. Bahkan di negara-negara Barat pasca hancurnya ideology komunisme (pasca perang dingin) memandang Islam sebagai sebuah gerakan dari peradaban yang menakutkan. Tidak ada gejolak politik yang lebih ditakuti melebihi bangkitnya gerakan Islam yang diberinya label sebagai radikalisme Islam. Tuduhan-tudujan dan propaganda Barat atas Islam sebagai agama yang menopang gerakan radikalisme telah menjadi retorika internasional.
Label radikalisme bagi gerakan Islam yang menentang Barat dan sekutu-sekutunya dengan sengaja dijadikan komoditi politik. Gerakan perlawanan rakyat Palestina, Revolusi Islam Iran, Partai FIS Al-Jazair, perilaku anti-AS yang dipertunjukkan Mu’ammar Ghadafi ataupun Saddam Hussein, gerakan Islam di Mindanao Selatan, gerakan masyarakat Muslim Sudan yang anti-AS, merebaknya solidaritas Muslim Indonesia terhadap saudara-saudara yang tertindas dan sebagainya, adalah fenomena yang dijadikan media Barat dalam mengkampanyekan label radikalisme Islam.Tetapi memang tidak bisa dibantah bahwa dalam perjalanan sejarahnya terdapat kelompok-kelompok Islam tertentu yang menggunakan jalan kekerasan untuk mencapai tujuan politis atau mempertahankan paham keagamaannya secara kaku yang dalam bahasa peradaban global sering disebut kaum radikalisme Islam.
Menurut Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Ahmad Bagja, radikalisme muncul karena ketidakadilan yang terjadi di dalam masyarakat. Kondisi tersebut bisa saja disebabkan oleh negara maupun kelompok lain yang berbeda paham, juga keyakinan. Pihak yang merasa diperlakukan secara tidak adil, lalu melakukan perlawanan. Radikalisme tak jarang menjadi pilihan bagi sebagian kalangan umat Islam untuk merespons sebuah keadaan. Bagi mereka, radikalisme merupakan sebuah pilihan untuk menyelesaikan masalah. Namun sebagian kalangan lainnya, menentang radikalisme dalam bentuk apapun. Sebab mereka meyakini radikalisme justru tak menyelesaikan apapun. Bahkan akan melahirkan masalah lain yang memiliki dampak berkepanjangan. Lebih jauh lagi, radikalisme justru akan menjadikan citra Islam sebagai agama yang tidak toleran dan selalu menggunakan kekerasan.
Cendekiawan Muslim, Nazaruddin Umar, mengatakan radikalisme sebenarnya tak ada dalam sejarah Islam. Sebab selama ini Islam tak menggunakan radikalisme untuk berinteraksi dengan dunia lain. ‘’Dalam sejarahnya, Nabi selalu mengajarkan umatnya untuk bersikap lemah lembut,’’ tegasnya. Nazaruddin menambahkan bahwa ajaran Islam yang masuk ke Indonesia juga dibawa dengan cara yang sangat damaipun penyebaran Islam yang terjadi di Negara lainnya. Ini sangat berbeda dengan negara-negara lain, terutama imperialis.
Sejarah kemunculan gerakan radikalisme dan kelahiran kelompok fundamentalisme dalam islam lebih di rujuk karena dua faktor, yaitu:
  1. Faktor internal
Faktor internal adalah adanya legitimasi Teks keagamaan, dalam melakukan “perlawanan” itu sering kali menggunakan legitimasi teks (baik teks keagamaan maupun teks “cultural”) sebagai penopangnya. Untuk kasus gerakan “ekstrimisme islam” yang merebak hampir di seluruh kawasan islam (termasuk indonesia) juga menggunakan teks-teks keislaman (Alquran, hadits dan classical sources- kitab kuning) sebagai basis legitimasi teologis, karena memang teks tersebut secara tekstual ada yang mendukung terhadap sikap-sikap eksklusivisme dan ekstrimisme ini. Seperti ayat-ayat yang menunjukkan perintah untuk berperang seperti;  Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk. (Q.S. Attaubah: 29). Menurut gerakan  radikalisme hal ini adalah sebagai pelopor bentuk tindak kekerasan dengan dalih menjalankan syari’at, bentuk memerangi kepada orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan lain sebagainya.
Faktor internal lainnya adalah dikarenakan gerakan ini mengalami frustasi yang mendalam karena belum mampu mewujudkan cita-cita berdirinya ”Negara Islam Internasional”    sehingga pelampiasannya dengan cara anarkis, mengebom fasilitas publik dan terorisme.
Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang absolut). Hal ini terjadi pada peristiwa pembantaian yang dilakukan oleh negara Israel terhadap palestina, kejadian ini memicu adanya sikap radikal di kalangan umat islam terhadap Israel, yakni menginginkan agar negara Israel diisolasi agar tidak dapat beroperasi dalam hal ekspor impor.
  1. Faktor eksternal
Faktor eksternal  terdiri dari beberapa sebab di antaranya:
a.       Aspek ekonomi-politik, kekuasaan depostik pemerintah yang menyeleweng dari nilai-nilai fundamental islam. Itu artinya, rezim di negara-negara islam gagal menjalankan nilai-nilai idealistik islam. Rezim-rezim  itu bukan menjadi pelayan rakyat, sebaliknya berkuasa dengan sewenang-wenang bahkan menyengsarakan rakyat.  penjajahan Barat yang serakah, menghancurkan serta sekuler justru datang belakangan, terutama setelah ide kapitalisme global dan neokapitalisme menjadi pemenang. Satu ideologi yang kemudian mencari daerah jajahan untuk dijadikan “pasar baru”. Industrialisasi dan ekonomisasi pasar baru yang dijalankan dengan cara-cara berperang inilah yang sekarang meluas hingga melanggengkan kehadiran fundamentalisme islam. Karena itu, fundamentalisme dalam islam bukan lahir karena romantisme tanah (seperti Yahudi), romantisme teks (seperti kaum bibliolatery), maupun melawan industrialisasi (seperti kristen eropa). Selebihnya, ia hadir karena kesadaran akan pentingnya realisasi pesan-pesan idealistik islam yang tak dijalankan oleh para rezim-rezim penguasa.
b.      Aspek budaya, aspek ini menekankan pada budaya barat yang mendominasi kehidupan saat ini, budaya sekularisme yang dianggap sebagai musuh besar yang harus dihilangkan dari bumi.
c.       Aspek sosial politik, pemerintah yang kurang tegas dalam mengendalikan masalah teroris ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu faktor masih maraknya radikalisme di kalangan umat islam.

  1. Radikalisme dalam Perspektif Fiqih
            Diantara keistimewaannya, fiqih Islam memiliki keterikatan yang kuat dengan keimanan terhadap Allah dan rukun-rukun aqidah Islam yang lain. Terutama Aqidah yang berkaitan dengan iman dengan hari akhir.
            Yang demikian Itu dikarenakan keimanan kepada Allah-lah yang dapat menjadikan seorang muslim berpegang teguh dengan hukum-hukum agama, dan terkendali untuk menerapkannya sebagai bentuk ketaatan dan kerelaan. Sedangkan orang yang tidak beriman kepada Allah tidak merasa terikat dengan shalat maupun puasa dan tidak memperhatikan apakah perbuatannya termasuk yang halal atau haram. Maka berpegang teguh dengan hukum-hukum syari’at tidak lain merupakan bagian dari keimanan terhadap Dzat yang menurunkan dan mensyari’atkannya terhadap para hambaNya.
            Kekerasan dalam bentuk perang bukan dimulai oleh umat Islam sendiri. Begitu pula dalam sejarah perjuangan nabi Muhammad SAW, perang badar, uhud, dan lainnya bukanlah umat Islam yang mengundang kaum kafir, akan tetapi sebaliknya. Umat Islam justru diperintahkan untuk tetap berbuat baik kepada siapa pun, termasuk kepada non-muslim yang dapat hidup rukun. Mengenai hal ini, Allah juga berfirman dalam surah Al Mumtahanah ayat 8 dan 9 ”Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu dalam agama dan tidak mengusir kamu dari kampung-kampungmu sebab Allah senang kepada orang-orang yang adil. Allah hanya melarang kamu bersahabat dengan orang-orang yang memerangi kamu dalam agama dan mengusir kamu dari kampung-kampungmu dan saling bantu-membantu untuk mengusir kamu ,barangsiapa bersahabat dengan mereka maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”.
  1. Fakta-fakta aksi kekerasan dan implikasinya dalam masyarakat
Berbicara tentang radikalisme, lebih-lebih fundamentalisme, tak mungkin menafikan adanya aksi-aksi yang memang berasaskan kekerasan, pemaksaan, bahkan pembinasaan. Salah satunya adalah  Pemboman-pemboman yang dilakukan di Paris oleh kelompok-kelompok Islam Aljazair seperti pegawai islam bersenjata telah memperburuk ketegangan-ketegangan di Prancis dan menambah jumlah dukungan untuk mereka yang mempersoalkan apakah islam sesuai dengan budaya Prancis, apa itu budaya yahudi-kristen atau budaya sekuler, dan apabila muslim dapat menjadi warga negara Prancis yang sejati dan loyal. Penasehat menteri dalam negeri tentang imigrasi mengingatkan, “Sekarang ini, memang benar-benar terdapat ancaman Islam di Prancis itu adalah bagian dari gelombang besar fundamentalisme muslim dunia.
Di tengah-tengah perdebatan Prancis terhadap suatu kecenderungan untuk melihat islam sebagai agama asing, menempatkannya sebagai agama yang bertolak belakang dengan tradisi Yahudi-Kristen. Sementara banyak orang menekankan proses asimilasi yang menyisakan hanya sedikit ruang untuk pendekatan multikultural, sebagian yang lain berpendapat bahwa muslim harus diizinkan untuk mengembangkan identitas muslim Prancis yang khas yang mencampur antara nilai-nilai asli ke-Prancis-an, dengan akidah dan nilai-nilai islam.
Realita lain yang dikenal sebagai awal berkibarnya bendera perang terhadap terorisme oleh AS, yaitu peristiwa 11 September yang merontokkan Gedung WTC dan Pentagon merupakan tamparan berat buat AS. Maka, agar tidak kehilangan muka di dunia internasional, rezim ini segera melancarkan “aksi balasan” dengan menjadikan Afghanistan dan Irak sebagai sasarannya.
Benturan peradaban antara Barat dan Islam terjadi tentu aksi koboi AS (dan Inggris) ke Afghanistan dan Irak disambut gembira oleh umat Kristiani. Faktanya ribuan rakyat  di berbagai belahan dunia Barat justru menggalang solidaritas sosial untuk menentang aksi keji dan biadab ini. Begitu ketika WTC dan Pentagon diledakkan, ribuan umat islam turut mengutuknya. Meskipun reaksi di beberapa negara Amerika Latin banyak yang tidak simpati terhadap peristiwa 11 September itu. Sebab, selama berpuluh-puluh tahun, rakyat di sana tidak pernah menikmati kemajuan sekalipun sumber daya alam mereka yang sudah habis dikuras. China juga bersikap kurang lebih sama dengan Amerika Latin ini. Pasalnya mereka justru menganggap adalah AS sendiri yang bersikap hostile karena surplus perdagangan bilateral memang berada di pihak China. Akhirnya China, oleh AS, justru dianggap sebagai pesaing strategis ketimbang mitra strategis dalam ekonomi.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dipandang dari sisi positif, Radikalisme adalah pandangan/cara berfikir seseorang yang menginginkan peningkatan mutu, perbaikan, dan perdamaian lingkungan multidimensional, hingga semua lapisan masyarakatnya dapat hidup rukun dan tentram. Sedangkan jika dipandang dari sisi negatif, radikalisme itu mengandung sikap jiwa yang membawa kepada tindakan yang bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan kemapanan dan menggantinya dengan gagasan baru. Sejarah kemunculan gerakan radikalisme dan kelahiran kelompok fundamentalisme dalam islam lebih di rujuk karena dua faktor, yaitu:  faktor internal dan faktor eksternal. Kekerasan dalam bentuk perang bukan dimulai oleh umat Islam sendiri. Begitu pula dalam sejarah perjuangan nabi Muhammad SAW, perang badar, uhud, dan lainnya bukanlah umat Islam yang mengundang kaum kafir, akan tetapi sebaliknya. Umat Islam justru diperintahkan untuk tetap berbuat baik kepada siapa pun, termasuk kepada non-muslim yang dapat hidup rukun.



harokah islamiyah

AL HAROKAH AL ISLAMIYAH

I. RUNTUHNYA KHILAFAH ISLAMIYAH DAN UPAYA PENEGAKANNYA
A. Sejarah Runtuhnya Khilafah Islamiyyah
Sesungguhnya keberadaan Harokah Islamiyyah, Daulah, Khilafah dan keberadaan Kitabullah serta Sunnah yang menuntun dan menerangi umat manusia adalah sangat penting sebagaimana pentingnya arti makanan, minuman dan udara bagi manusia itu sendiri. Tak mungkin seseorang dapat hidup dengan sempurna keislamannya bila tidak berada dalam naungan pemerintahan Islam (Khilafah Islamiyyah)
Sejak dulu hingga kini fokus kaum kafir yang pertama adalah berupaya meruntuhkan Khilafah Islamiyah, mereka sadar bahwa keberadaan Khhilafah bagi kaum muslimin ibarat menera api yang memberikan lentera penerang di malam yang gelap gulita.
Sejarah mencatat bahwa setelah Imperealis Inggris mencaplok kota Cairo dan Beirut serta menguasai kota tersebut pada tahun 1882 M, Cairo dan Beirut di jadikannya sebagai markae persengkongkolan tangan-tangan jahat untuk menghancurkan Daulah Utsmaniayh Turki.
Puncak persekongkolan mereka adalah munculnya tokoh sekuler semacam Musthofa Kamal yang berhasil menjadi oang terkuat di Turki dimana pada tahun 1922 Musthofa Kamal dan mentri Luar Negeri Inggris saat itu ( Corazon) mengadakan perundingan yang menghasilkan 4 point (persyaratan) :
1. Meruntuhkan atau menjatuhkan Khilafah.
2. Menumpas upaya apapun yang hendak mengembalikan sistem Khilafah.
3. Memerangi syiar-syiar Islam .
4. Mengambil undang-undang Eropa sebagai ganti bagi undang-undang Negara Turki yang berdasarkan hukum Islam.
Sebagai konsekwensi perundingan di atas, Musthofa Kamal melarang HIJAB bagi para wanita, memerangi syi’ar-syi’ar Islam, melarang penulisan-penulisan Al qur’an dengan bahasa Arab, memerintahkan imam-imam masjid mengimami sholat dengan bahasa Turki, melarang haji, melarang sholat berjama’ah bagi pegawai pemerintah, bahkan memerintahkan satuan-satuan polisi untuk merazia wanita-wanita yang mengenakan hijab lebih dari itu mereka diberi wewenang untuk merobek-robek pakaian paara wanita muslimah di pasar-pasar dan di tempat-tempat umum lainnya.
Perbuatan jahat Musthofa Kamal terus berlanjut hingga Allah membinasakannya pada tahun 1938. bahkan kesombongan dan kebangaan Musthofa Kamal terhadap dirinya benar-benar telah mencapai klimaksnya, sehingga pada saat akhir hidupnya Musthofa Kamal sempat mengepalkan tangannya ke langit mengancam Robul ‘Alamin.
Para sejarawan mencatat bahwa Khilafah Islamiyyah terakhir yang ada di Turki dengan Khilafah Utsmaniyahnya jatuh ada tahun 1924.
Sebagai upaya penegakan khilafah Islamiyyah Syeikh Abdullah Azzam berkata : “Daulah Islamiyah (Khilafah Islamiyyah) dan hukum Islam tidak akan tegak kecuali dengan Jihad dan Jihad bisa ditegakkan jika ada Harokah Islamiyyah yang mendidik para pengikutnya dengan tarbiyyah atau pendidikan Islam. [Runtuhnya Khilafah Dan Upaya Penegakannya, hal. 171]
II. PENGERTIAN HAROKAH ISLAMIYAH

1. Secara bahasa
Berasal dari kata : "......" lawan dari :"........." [ Lisanul Arob : 1/410]
Dan Alharokah adalah lawan kata dari diam (Mandeg)
Artinya : “Garis perjalanan yang jelas baik aqidah, syari’ah maupun tarbiyyah dan khitthoh seta langkah-langkhanya di dalam beramal dengan teliti dalam marhalah-marhalah yang beraneka ragam. Dengan media yang selalu baru sesuai dengan real;itas manusia dalam segalal keadaan dan aspeknya.[ Harokatul Ba’ts Al Islamy, hal. 48]
III. MASYRU’IYYAH HAROKAH ISLAMIYYAH
1. Firman Allah SWT. dalam surat Al Fath : 8-9 : “Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rosul-Nya, menguatkan agama-Nya, membesarkannya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.”
2. Firman Allah dalam surat Ar Ro’du : 11 :“ Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
3. Firman Allah dalam surat Ali Imron : 103 : “Dan perpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai…”
4. Sabda Rosulullah SAW ::“Dan aku perintahkan kepada kalian dengan 5 perkara sebagaimana Allah memerintahkan kepadaku dengan 5 perkara itu pula : berjamaah, mendengar, taat, hijroh dan jihad fi sabilillah.” (H.R. Ahmad)
IV. URGENSI HAROKAH ISLAMIYYAH
Pudarnya ikatan umat Islam semenjak jatuhnya Khilafah Islamiyyah pada tahun 1924, ummat Islam ibarat itik yang kehilangan induknya, tidak ada naungan lagi bagi kelestarian syariat islamiyyah di muka bumi ini. Sejak saat itulah wajah dunia Islam tampak suram, dimana-mana terjadi kerusakan, fitnah dan ghurbah, Islam kembali kepada keasingan sebagaimana asalnya. Rosulullah bersabda : Artinya : “Islam datang dengan keasingan, dan ia akan kembali asing sebagaimana awal kedatangannya. Maka beruntunglah bagi orang-orang asing yang berlaku baik tatkala manusia berbuat kerusakan.”
Juga disebutkan dalam hadits riwayat Abdullah bin Amru : Artinya : “Ambillah apa yang kamu ketahui dan tinggalkan apa yang kamu ingkari serta jagalah dirimu khususnya dan tinggalkan urusannya orang-orang awwam.”
Runtuhnya institusi Khilafah sebagaimana pengawal sekaligus pengayom konstitusi syariat islamiyyah menjadi faktor utama bagi merebaknya kerusakan dan fitnah di tengah ummat manusia, dimana fitnah besar yang menimpa umat saat ini adalah fitnah Syubuhat dan Fitnah Syahwat.
Ibnu Qoyyim berkata : ”Pangkal segala fitnah semata-mata adalah terletak pada mendahulukan ro’yu dari pada syariah dan hawa nafsu dari pada akal. Yang pertama adalah pangkal fitnah Syuhbat dan yang kedua adalah pangkal Fitnah Syahwat.” [ Ighotsatul Lahfan : 2/167]
Kerusakan dan fitnah ini akan terus berkembang dan tak berkesudahan kecuali dengan tegaknya kembali Khilafah Islamiyah yang mampu mengaplikasikan Tahkiemus Syariah atau Iqomatuddin secara sempurna sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam surat As Syuro : 13 : “Dan Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepada kamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama dan jangnanlah kamu berpecah belah tentangnya….”
Iqomatuddin sebagaimana yang disyariatkan oleh Allah SWT. kepada para Nabi dan rosul-Nya juga kepada seluruh umat-Nya ini tidak mungkin dilaksanakan kecuali dengan berjama’ah. Allah berfirman dalam surat Ali Imron : 103 :“… dan janganlah kamu bercerai berai…”
Ibnu Mas’ud berkta : “Bahwa yang dimaksud dari ayat tersebut adalah Aljama’ah.”
Ibnul Mubarok rahimahullah berkata : “Sesungguhnya jama’ah adalah “Hablullah” (tali Allah), maka berpegang teguhlah terhadapnya dengan ikatan yang kuat bagi siapa saja yang telah memeluk Islam sebagai dien.” [ Tafsir al Jami’ Li Ahkamil Qur’an : 4/158]
Oleh sebab itu jika melihat keadaan umat manusia yang telah rusak pada hari ini maka tidak ada jalan keluar kecuali dengan membentuk jama’ah Islamiyyah yang memerintahkan kemakrufan dan melarang dari kemunkaran serta dapat memikul beban-beban dakwah ilallah ‘azza wa jalla. Allah berfirman dalam surat Ali Imron : 104 :
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”
Disamping itu bahwa mengembalikan tegaknya hukum Allah dalam kerangka amal jama’i merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim, sebagaina dikatakan oleh DR. Shodiq Amin dalam kitab Ad Dakwah Al Islamiyyah, Faridloh Syar’ioyyah wa Dloruroh Basyariyah, hal. 30 : Artinya : “Untuk ini maka beramal dalam suatu jama’ah untuk mengembalikan hukum Allah di muka bumi ini merupakan amalan fardhu yang lazim bagi sertiap muslim, karena sebagian besar dari takalif (beban-beban) dien ini adalah dengan cara berjama’ah, dan seorang muslim tidak akan mampu memelihara dien-nya seperti yang diingini Alah kecuali dalam sebuah mujtama’ atau masyarakat muslim.
Dalam sebuah kaidah ushul fiqh disebutkan : “Sesuatu yang tidak dapat mewujudkan suatu kewajiban kecuali dengan sesuatu yagn lain maka sesuatu yang lain itu wajib adanya.”
Maka mengupayakan kembali tegaknya Khilafah dan Imamah di persada bumi ini merupakan kewajiban dan pekerjaan semata –mata demi tegaknya Khilafah dan Imamah juga merpakan kewajiban. [Lihat Ad Dakwah Al Islamiyyah. Hal. 30]
Untuk itu keberadaan harokah Jama’atul Jihad [ Jama’atul Jihad yang dimaksud adalah bukan jama’ah yang hanya memanggul senjata.] Namun lebih dari itu ia adalah jama’atut tajdid (Gerakan Reformasi) yang berupaya mengembalikan wajah dunia Islam seperti kondisi awalnya (lihat Al Jihad Wal Ijtihad, hal. 95 )
di tengah-tengah kehidupan kaum muslimin merupakan hal yang wajib, sehingga mereka dapat ber-indlimam (bergabung) dengan jama’at islamiyyah yang ada agar bisa melaksanakan amalan jihad. Sebagaimana dikatakan oleh Umar bin Mahmud Abu Umar [Al Jihad wal Ijtihad, hal. 93]
Artinya : “Bahkan ia merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Artinya seorang muslim wajib melaksanakan amalan jihady baik berupa seruan kepada jihad atau persiapan untuknya maupun mengamalakannya.”
Dan jihad tersebut hanya bisa dilakukan dengan cara berjama’ah. Oleh karena itu Aljama’ah merupakan Al Lubnatul Ula (Pilar Utama) bagi seluruh pekerjaan atau urusan. Dengan berjama’ah harokatul Jihad mempunyai kewajiban untuk mengembalikan ikatan kaum muslimin yang telah pudar yaitu Daulatul Khilafah yang telah sirna dari semenjak runtuhnya Khilafah Islamiyyah.
E. PERKEMBANGAN HAROKAH ISLAMIYYAH
1. Munculnya ide Pan Islamisme./Duwailat Islamiyah.
Tampilnya Jamaluddin Al Afghony dengan Pan Islamisme yang diserukannya, sesungguhnya merupakan upaya untuk mereformasi kondisi kekholifahan Utsmaniyah yang rapuh dari dalam. Jadi tidak dimaksudkan untuk meruntuhkan khilafah dan menggantinya dengan negara-negara kebangsaan yang terpisah. . [ Analisa Runtuhnya Daulah-daulah Islamiyah, DR. Abdul Halim Uwais, juga Seratus Muslim Terkemuka, Jamil Ahmad.]
2. Runtuhnya khilafah Utsmaniyah setelah menjalankan peran besar selama lima abad.
Hirarki daulah yang efisien pada masa jayanya menjadi beban yang merupakan titik kelemahan ketika masa surut. Ada beberapa sebab penting yang meruntuhkan khilafah Utsmaniyah, di antaranya :
a) Sultan dan keluarganya terjerumus dalam kubangan kemewahan duniawi.
b) Aparatur negara tidak efisien dan korupsi merajalela pada tiap hirarki kepemimpinan.
c) Menyusupnya berbagai faham yang merusak aqidah, pemikiran, dan kehidupan politik serta pemerintahan, sehingga lemahlah sendi-sendi khilafah.
Propaganda nasionalisme dari Yahudi (Dunama , Freemasonry dll) dengan menggunakan mulut-mulut orang Islam seperti Musthofa Kamal, Kholidah Adib dan sebagainya, sehingga melahirkan gerakan pemisahan dari berbagai wilayah Utsmaniyah (misalnya, Mesir oleh muhammad Ali Pasha, Hijaz oleh Syarif Husain.) akibatnya khilafah Utsmaniyah sibuk mengurusi persoalan dalam negeri sementara itu konspirasi salib Eropa terus melaju menata diri dengan renaissance-nya. [Analisa Runtuhnya Daulah Islam, DR. Abdul Halim Uwais.]
3. Refleksi ide Pan Islamisme dalam gerakan umat Islam.
Khilafah Utsmaniyah yang terkena hukum sejarah tidak dapat diselamatkan lagi. seruan Pan Islam tidak sebanding dengan paduan dari penyakit dalam serta serangan dari luar yang menimpa khilafah. Tetapi seruan tersebut telah mengilhami bangkitnya kesadaran umat dari berbagai belahan bumi, untuk kemudian menyulut kebangkitan melawan dominasi barat yang dipaksakan. Serangkaian gerakan yang muncul hampir bersamaan dengan Pan Islamisme maupun yang muncul sesudahnya antara lain :
a) Gerakan Al Mahdi di Sudan yang dipimpin oleh Imam Muhammad Ahmad bin Abdulloh tahun 1294 H.
b) Ikhwanul Muslimin di Mesir dipimpin oleh Asy Syahid Hasan Al Banna tahun 1924 M.
c) Jama’ah An Nur di Turki yanag dipimpin oleh Syeikh Sa’id An Nursi tahun 1925 M.
d) Jamaah Islamiyah di India dan Pakistan dipimpin oleh Abul A’la Al Maududi tahun 1941 M.
e) Darul Islam di Indonesia dipimpin oleh Al Mujahid Sekarmaaji Marijan Kartosuwirya tahun 1949 M.
Hizbut Tahrir Al Islami di Palestina dipimpin oleh Syeiklh Taqiyuddin An Nabhani tahun 1952 M[ Harokatul Ba’ts Al Islami, hal 115-291]
4. Jamaatul Muslimin dan Jamaatu min ba’dlil muslimin.
Kondisi umat Islam pasca perang dunia kedua tercabik-cabik dalam berbagai negara nasionalis yang terpisah satu dengan yang lain. Mewarisi peninggalan penjajah sallib Eropa. Jamaatul muslimin merupakan sasaran ideal yang dituju oleh setiap gerakan umat Islam, tetapi pencapaiannya melalui tahapan-tahapan. Umat Islam di setiap bagian bumi bertanggung jawab untuk menegakkan daulah Islamiyah sambil terus mengadakan komunikasi dan koordinasi dengan umat Islam di belahan bumi yang lain, sehingga (daulah-daulah Islamiyah) itu akan menjadi embrio tercapainya sasaran ideal yaitu jamaatul muslimin yang meliputi seluruh dunia. [ At Thoriq ila Jamaatul Muslimin]
5. Percobaan penerapan pola baru dalam mencapai khilafah Islamiyah.
Kemudian muncul tipe baru gerakan umat Islam yang mentargetkan pencapaian sasaran ideal “Jamaatul Muslimin” dalam satu tahap, tanpa melalui tahapan-tahap[an yang mendahului untuk sampainya pada sasaran itu. Gerakan ini sebenarnya lebih merupakan “Nasrul Fikroh” daripada gerakan dalam pengertian yang sebenarnya. Dari segi ini tidak ada masalah, hanya saja persoalannya apabila konsep ini di bawa kepada kenyataan operasional di bumi gerakan, akan berhadapan dengan kondisi pergerakan umat Islam satu dengan yang lain ternyata tingkatannya amat beragam. Di bagian bumi tertentu umat Islam disibukkan dengan dakwah dan tarbiyah untuk membangkitkan kesadaran umat terhedap sebab-sebab kemuliaaannya, sementara di bagian bumi yang lain umat Islam di hadapkan pada satu-satunya alternatif yatitu jihad qitali, jika tidak ingin terbantai secara hina. Kenyataan ini tidak memungkinkan untuk dunia Islam (pada tingkat permulaan) berdiri dalam satu barisan dengan tahapan yang disama ratakan. Ditinjau dari segi ini konsepsi ini sebagai (bukan sebagai fikroh) dapat dikatakan hampir mustahil.
VI. PENTINGNYA SYAKHSHIYYAH MUJAHID DALAM JAMA’AH
1. Komponen mutlak jamaah.
Ditinjau dari pengertian aslinya yang menunjuk kepada pengertian kumpulan sesuatu (lihat al jamaah wal imamah), berarti keberadaan syahsiyah dalam jamaah sebagaimana sel dalam tubuh. Sel merupakan komponen mutlak pembentuk tubuh, apa yang dinamakan tubuh itu sendiri tidak akan ada, tanpa adanya sel. Dengan demikian adanya syahsiyatul mujahid merupakan keharusan dan komponen mutlak pembentuk jasad jamaah.
2. Penentu kualitas dan stabilitas gerak jamaah.
Kualitas syahsiyah mujahid akan amat menentukan cepat dan lambatnya gerak jamaah. Jika syahsiyah yang tergabung terdiri dari mujahid-mujahid yang ikhlas, bertaqorub kepada Alloh swt dan sungguh-sungguh bermujahadah, maka keberadaannya akan segera mengundang pertolongan Alloh swt. Alloh swt berfirman : “Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada duapuluh orang yang sabar di antara kamu niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar di antara kamu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu adalah kaum yang tidak mengerti. Sekarang Alloh telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui behwa pada dirimu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang. dan jika di antaramu ada seribu orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan duaribu orang dengan izin Alloh. Dan Alloh beserta orang-orang yang sabar.” (Al Anfal 65-66)
Rosululloh saw pernah berdo’a : “Ya Alloh, menangkanlah Islam melalui salah seorang di antara dua orang yaitu, Umar bin Khoththob atau Umar bin Hisyam.”
VII. BAHAYA KEPASIFAN SYAKHSHIYYAH DALAM HAROKAH
1. Sel yang mati dalam jasad yang hidup.
Anggota jamaah yang pasif dari program jamaah baik yang bersifat umum maupun khusus, keberadaannya seperti kayu lapuk yang bersandar pada sesuatu, sehingga manakala sandaran itu hilang robohlah kayu tersebut.
“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka, mereka seakan-akan kayu yang bersandar.” (Al Munafiqun : 4)
2. Unsur penyebar pesimisme umum
Adanya manusia pasif dalam jamaah akan berakibat mempengaruhi yang lain. Diamnya seseorang dalam sekelompok orang yang sedang aktif bergerak, akan menarik perhatian bagi orang lain. Jika orang lain tadi ternyata juga mengidap penyakit laten yang sama maka akan semakin berambah jumlah orang yang bertipe seperti itu. Apa lagi jika “orang” atau “orang-orang” tersebut menyebarkan berbagai hal yang melemahkan semangat, akibatnya bisa muncul pesimisme umum yang ada gilirannya akan melambankan bahkan menghentikan gerak jamaah. (na’udzubillah min dzalik).
Alloh swt telah mengingatkan : “Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat ke medan pertempuran, maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata : “Sesungguhnya Rabb-ku telah menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama mereka.” (An Nisaa :72)
3. Bagian rawan fitnah
Mujahid yang mengalami fatroh (pasif berhenti dari aktivitas) meninggalkan membina diri apalagi membina umat, pada saat tertimpa ujian baik ujian yang mengenai diri pribadinya maupun ujian umum yang menimpa jamaah, dirinya merupakan titik lemah yang paling rawan untuk bertahan, sehingga harus dikhawatirkan bahwa fitnah itu akan menjalar melibatkan orang lain. Selain yang telah tersebut di atas, Alloh swt menyebutkan : Artinya : “Apabila ia ditimpa musibah ia berkeluh kesah dan apabila mendapatkan kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang tetap mengerjakan sholatnya….(Al Ma’arij 20-23)
Artinya : “Yaitu orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hari orang mukmin) maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Alloh mereka berkata : “Bukankah kami (turut berperang) bersama kamu dan jika orang-orang kafir mendapat kemenangan mereka berkata “bukankah kami turut memenangkanmu dan membela kamu dari orang-orang yang beriman, maka Alloh akan memberikan keputusan di antara kamu di hari qiyamat dan Alloh sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang yang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (An Nisaa 142)
4. Afatun fil Harokah
Perjalanan harokah sering menghadapi berbagai kendala yang mengganggu bahkan menghentikan gerak harokah. Berbagai hal itu mungkin berupa benturan yang mengerikan sehingga membuat trauma, mungkin juga berupa penyakit hati yang merambat amat samar di dalam dada, di antaranya isti’jal, merasa puas dengan amal yang telah dilaksanakan, riya’, takabur, juu’iyah, dan lain-lain. [ lihat afatun ‘alat Thoriq]
VIII. SYAKHSIAH SEORANG MUHARRIK
Seorang Muharrik adalah juga seorang da’i. Ia berkewajiban untuk menyeru manusia dari jalan yang salah menuju jalan yang lurus, membimbing umat manusia, sebagai pelita dan penerang menuju jalan yang diridloi-Nya.
Kaitannya dengan sifat dan karakter yang harus dimiliki oleh seorang muharrik atau da’i, Sa’id bin Ali Al Qohthony di dalam kitabnya “Al Hikmah Fid Dakwah Ilallah” menyebutkan sebagai berikut :
1. Al Amanah ( Sangat kuat memegang amanah, janji dan rahasia)
Firman Allah SWT surat A Nisa’ : 58 : “Sesunguhnya Allah menyuruh kamu mengembalikan amanah kepada yang berhak menerimanya.”
Firman Allah dalam surat An Nahl : 91 : “Tepatilah janji Allah jika kamu telah berjanji dan janganlah menyalahi sumpah yang telah kau ikat. Padahal kalian telah menjadikan Allah sebagai jaminan. Sesungguhnya Allah mengetahi apa yang kamu perbuat.”
Firman Allah dalam surat Al Isro’ : 34 : “Dan tepatilah janji, karena janji itu akan diminta pertanggungjawabannya.”
Sabda Rosulullah : “Tidaklah iman bagi orang yang tidak dapat diamanati dan tidak ada dien bagi orang yang tidak menepat janji.” (H.R. Ahmad)
2. Al Istiqomah
“Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan Robb kami adalah Allah kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati, dan bergembiralah kamu dengan memperoleh jannah yang telah dijanjikan oleh Allah kepada kamu.”( Fushshilat : 30 )
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang banar sebagaimana diperintahkan kepadamu dan juga orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”(Hud : 112)
Di dalam kitab Madarijus Salikin, Al ‘Allamah Ibnul Qoyyim menulis sebuah riwayat bahwa ketika sahabat Abu Bakar ditanya apakah istiqomah itu ? Beliau menjawab : “Istiqomah adalah, hendaknya engkau tidak berbuat syirik kepada Allah.”
Sahabat Utsman bin Affan berkata :“Istiqomah adalah hendaknya kalian mengikhlaskan amal hanya karena Allah.”
Imam Ali bin Abi Tholib berkata : “Istiqomah adalah hendaknya kamu menunaikan kewajiban-kewajibanmu.”
Imam Al Hasan Al Bashri berkata :“Istiqomah adalah hendaknya kalian beristiqomah terhadap perintah-perintah Allah, mentaati perintah-perintahnya dan hendaknya kalian menjauhi untuk mermaksiat kepada-Nya.”
3. Shobar
Imam Ahmad mengatakan bahwa kata Sabar dimuat di dalam Al Qur’an sebanyak 90 tempat. Di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Surat Al Baqoroh : 45 : “Dan jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolong.”
b. Surat Ali Imron : 200 : “Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu.”
c. An Nahl : 127 :: “Bersabarlah hai Muhammad dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah .”
d. Ghofir : 35 : “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari para rosul.”
Rosulullah bersabda : “Barang siapa yang bersabar, maka akan menambah kesabarannya.” ( HR. Bukhory)
4. Memiliki Loyaliltas yang tinggi
Maknanya adalah memiliki loyalitas yang kuat terhadap Allah dan orang-orang yang beriman yang menjadi pemimpin (Ulil Amri) di antara kita.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rosul (Nya) dan Ulil Amri di antara kalian.” (An Nisa’ : 59)
5. Memiliki integritas (Pembelaan dan Pengorbanan) yang tinggi
Seorang muharik sudah seharusnya mempunyai integritas yang tinggi sebagai wujud pengorbanan dan pembelaan terhadap dien-Nya. Oleh karenanya seorang muharik hendaknya menyadari bahwa tidak ada kemuliaan dalam hidupnya kecuali untuk iqomatuddin.
6. Mengakui kebenaran dari manapun datangnya
Satu hal yang mesti disadari oleh seorang muharik, bahwa kebenaran itu hanya milik Allah.
“Kebenaran itu adalah dari Robb-mu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.”( surat Al Baqoroh : 147 )
Oleh karenanya bila seseorang atau sekelompok orang telah terjebak dalam sikap dan rasa bahwa kebenaran itu adalah satu-satunya milik mereka, maka pada saat itu mereka telah melampaui batas dan menandingi wewenang Allah.
7. Memiliki wawasan harokah yang luas
Seorang muharik disyaratkan untuk memiliki wawasan yang luas dan selalu berusaha untuk menambah keluasan wawasannya sehingga dengannya kita tidak mengambil keputusan-keputusan yang keliru dan langkah-langkah yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara syar’i.
8. Memiliki jiwa tasamuh
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang diperolok-olokkan lebih baik dari pada yang mengolok-olokkan. Dan janganlah pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita-wanita (yang mem[perolok-olokkan). Dan janganlah kamu mencerca dirimu sendiri, dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzolim.” ( Al Hujurot : 11)
9. Memiliki jiwa sebagai
a) Pelindung umat
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Alloh dan membela orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa “Ya Rab kami keluarkanlah kami dari negeri ini (Makkah) yang dholim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.” (An Nisaa 75)
b) Pembimbing umat
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (As Sajdah 24)
“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah” (Al Anbiya’:73)
c. Pemersatu umat.
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (din) Alloh, dan janganlah kamu bercerai berai”(Ali Imron:103).
d. Sebagai qoidah sholabah.
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) diantara orang-orang Muhajirin ,Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridho kepada mereka dan merekapun ridho kepada Alloh dan Alloh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya selamanya .Itulah kemenangan yang besar”(At Taubah:100)
“Hai orang-orang yang beriman jadilah kamu penolong (din) Alloh sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan dien) Alloh ? Pengikut-pengikut yang setia itu berkata “Kami penolong-penolong dien Alloh” lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan yang lain kafir, maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.” (As Shof 14)
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan yang banyak dengan izin Alloh dan Alloh beserta orang-orang yang sabar.” (Al Baqoroh : 249)
e. Sebagai Penggerak Umat
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Alloh….” (Ali Imron 110)
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imron 104)
10. Memiliki kreativitas yang tinggi.
Ketika Rasululloh saw mengutus Mu’ad bin Jabal, beliau menguji kemampuannya dalam memutuskan perkara : “Bagaimana engkau memutuskan perkara jika dihadapkan suatu masalah kepadamu ?” Ia menjawab : ‘Aku memutuskan perkara dengan kitab Alloh swt, jika tidak ada dalam kitab Alloh ? dengan sunnah rasul. Jika tidak kamu dapati dalam sunnahnya ? aku akan berijtihad dalam fikiranku. Maka rasul saw menepuk dadanya sambil bersabda “segala puji bagi Alloh yang telah memberi taufik kepada utusannya rasululloh karena rasululloh ridlo dengan apa yang diucapkan oleh Muad bin Jabal. (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Seorang mujahid dituntut mempunyai wawasan dan kreatifitas dan mengambila langkah pada saat diperlukan dan mampu mengambil keputusan pada saat yuang mendesak di mana tidak mungkin lagi meminta pendapat pimpinannya. Sebagai syarat minimalnya seorang mujahid harus memahami secara global ruh dan arah syariat sehingga kesimpulan dan langkah yang diambilnya tidak menyalahi syariat.
IX. FIQH IKHTILAF DALAM HAROKAH
Fiqh memiliki makna : “faham terhadap sesuatu”.
Ibnu Faris berkata : “Bahwa setiap pengetahuan terhadap sesutu hal disebut fiqh. Dan fiqh ini dalam dunia syariat merupakan ilmu khusus.”: [ Mishbahul Munir, hal. 1/182]
Ikhtilaf berarti kebalikan dari “Ittifaq”
Maksud ikhtilaf atau mukholafah di sini adalah : Perbedaan jalan yang ditempuh oleh masing-masing (golongan atau orang) dalan mengambil sikap maupun perkataan [Ibid, 1/179]
Menurut istilah, kata ikhtilaf ini terdapat pada ucapan yang dibangundi atas suatu dalil. [ Atsaru Ikhtilaf Al Fuqoha’ fi As Syari’ah, Ahmad bin Muhammad Umar Al Asfuri, hal. 8]
Kata “Ikhtilaf” berbeda dengan “Khilaf”. Setiap khilaf itu sudah pasti ikhtilaf dan tidak setiap ikhtilaf itu khilaf, telah dijelaskan perbedaan tersebut sebagamana termaktub dalam kitab “Atsaru Ikhtilafil Fuqoha’ fi Asy Syari’ah” :
1. Al Ikhtilaf : Jalan yang ditempuh boleh berbeda namun maksudnya satu
Al Khilaf : Jalan dan maksud keduanya berbeda
2. Al Ikhtilaf : bersandar pada dalil
Al Khilaf : Tidak bersandar pada daliil
3. Al Ikhtilaf : Atsarur rohmah (dampak dari rohmat)
Al Khilaf : dampak dari bid’ah
Selain itu al Khilaf biasanya terjadi dalam urusan yang tidak diperbolehkan berijtihad di dalamnya, yaitu perkara yang sudah jelas ada aturannya dalam Kitab, Sunnah dan Ijma’. [1] Lihat Al Kuliyyat Al Kafawi, hal. 61-62, cet. I Th. 1412 H
Al Khilaf mengandung pertentangn, perpecahan dan perbedaan yang hakiki, Sedangkan dalam Ikhtilaf terdapat “Taghoyyurul lafadz” (perubahan lafadz) yang bukan hakiki. Maka dalam permasalahan Khilafiyyah para ahlul ilmi sering mengucapkan “Ini urusan ikhtilaf” dan ini urusan Khilaf”.
Al Ikhtilaf bersifat lafdzy dan memungkinkan untuk dipersatukan dari dua hal yang berselisih, lain halnya dengan khilaf.
Istilah ikhtilaf disebut juga dengan ikhtilaf tanawu’. DR. Sholah Ash Showi berkata : “Ikhtilaf tanawu’ adalah setiap perkara yang bisa menjadi berbagai macam ragam di dalamnya dari perkataan-perkataan dan amalan yang disyariatkan, yang tidak ada pertentangan dan kontradiksi antara satu dengan yang lain dan tidak ada sesuatu daripadanya yang dipertentangkan dzatnya, karena adanya dalil yang mempersaksikan keshohihannya.
Dan ini sama kedudukannya dengan perbedaan macam (Syariat) yang dibawa oleh para nabi, sebagaimana firman Alloh swt : “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (mencari keridloan Kami) benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Al Ankabut : 69)
Dari sekilas pengertian tersebut di atas dapat terakumulasikan bahwa fiqih ikhtilaf adalah pemahaman yang mendalam tentang perbedaan atau perselisihan permasalahan syariat yang bersifat ijtihadi selama dalam koredor al Quran as sunnah dan ijma’.
Kaitannya fiqih ikhtilaf dengan dunia harokah di sini agar setiap kelompok atau jamaah amal islami memahami betul fiqih tersebut sebagai bingkai penyatu dan bagian yang menjadi milik bersama, di mana semua kelompok atau jama’ah bertemu dalam pijakan tersebut dan agar ia menjadi salah satu dasar landasan untuk menegakkan al wala’ dan al baro’ dalam hubungannya dengan personal-personalnya dan dalam hubungannya terhadap yang lain sekaligus menjaganya dari fitnah perpecahan dan perselisihan bagi kelompok-kelompok pergerakan islam.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah setelah membicarakan tentang kesatuan dien dan berbilangnya syariat di antara para nabi sholawatulloh wa salamuhu alaihim dan tentang wajibnya bersatu di dalam dien beliau berkata :“Pokok-pokok yang tetap dengan al kitab as sunnah dan ijma’ adalah seperti kedudukan dien yang dimiliki bersama oleh para nabi tak seorangpun yang keluar dari padanya dan barang siapa yang masuk ke dalamnya maka ia tergolong ahlul islam murni dan mereka adalah ahlusunnah wal jamaah. Adapun keragaman amal dan perkataan yang disyariatkan maka ia seperti keragaman (syariat)yang ada di kalangan para nabi. [ Majmu’ Fatawa, 19/117]
Sebagai kesimpulan dari penjelasan di atas diharapakan bagi seluruh harokah Islamiyah yang berupaya untuk menegakkan kembali syariat Islam di bumi ini, agar saling memahami karakter masing-masing pergerakan dalam amal Islami sehingga terjalin hubungan yang baik, disiplin ke dalam dan sikap tasamuh ke luar. Dalam mengupayakan terbenahinya tatanan masyarakat yang kondusif dan menyadari urgennya penegakan syariat Islam di bumi ini.
X. KESIMPULAN PENUTUP
Sebagai penutup dari pembahasan yang esensial tentang “Harokah Islamiyah” marilah kita simak apa yang dikatakan oleh Syekh Abdulloh Azam “Pada waktu khilafah jatuh tanggal 3 Maret 1924 M, seluruh blok Barat dan Timur bersepakat agar jangan sampai khilafah Islam berdiri lagi, maka dari itu jihad Islam harus dicegah, dikaburkan dan dilenyapkan.”
Demikianlah begitu dahsyatnya pemusuhan orang-orang kafir terhadap kaum muslimin. Oleh karenanya harokah Islamiyah dengan para muhariknya yang merupakan pilar bagi “izzul Islam wal muslimin”, semestinya menjadikan tegaknya khilafah Islamiyah di muka bumi sebagai agenda utama dalam perjuangannya. DR Abdulloh Azzam menambahkan “Sungguh daulah Islam dan hukum Islam sekali-kali tidak akan tegak kecuali dengan jihad dan jihad dapat tegak jika ada harokah Islam (para muharik) yang mendidik para pengikutnya dengan tarbiah yang benar.”
Referensi :
1. Majmu’ Fatawa
2. Al Kuliyyat Al Kafawi, cet. I Th. 1412 H
3. Mishbahul Munir
4. Atsaru Ikhtilaf Al Fuqoha’ fi As Syari’ah, Ahmad bin Muhammad Umar Al Asfuri
5. afatun ‘alat Thoriq
6. At Thoriq ila Jamaatul Muslimin
7. Analisa Runtuhnya Daulah-daulah Islamiyah, DR. Abdul Halim Uwais,
8. Seratus Muslim Terkemuka, Jamil Ahmad.
9. Harokatul Ba’ts Al Islami
10. Ad Dakwah Al Islamiyyah, Faridloh Syar’ioyyah wa Dloruroh Basyariyah,
11. Al Jihad wal Ijtihad, hal. 93
12. Ighotsatul Lahfan
13. Tafsir al Jami’ Li Ahkamil Qur’an
14. Mishbahul Munir
15. Runtuhnya Khilafah Dan Upaya Penegakannya,
16. lisanul arob
Perkembangan Harokah Islamiyah
Harokatul’Islamiyah

Pergerakan Islam lahir sebagai refeksi pemahaman umat Islam terhadap perlu adanya sebuah jamaah sebagaimana yang telah terjadi pada jaman Rasulullah. Kekuatan jamaah inilah yang menjadikan Islam kuat dan memiliki peradaban tersendiri yang beratus-ratus tahun dijadikan sebagai sebuah manhaj dan anehnya system jamaah ini tidak dipahami oleh dunia barat sebagai salah satu kekhasan Islam. Mereka mencibir dan memfitnah dan mencoba mempolakan sendiri menurut keinginan mereka, karena mereka takut dengan sebuah peradaban yang pernah merontokan Roma dan Byzantium.

Ketakutan ini beralasan sebagai sebuah kegilaan dan dendam sejarah yang begitu panjang akan kekuatan dahsyat Agama yang sebenarnya sangat mencintai kedamaian dan memiliki toleransi yang sangat tinggi terhadap penganut yang lain. Padahal kalau bertanya siapa yang dirugikan dan paling menderita sehabis Perang Salib (1060 M-1270 M) yang mempertemukan antara tentara Islam dengan tentara salib negara Eropa kurang lebih dua abad.

Perang yang dikobarkan justru dari orang Kristen dibawah pimpinan Paus Urbanus II dengan dua motif picik yaitu pertama membebaskan Yerusalem dari kekuasaan Islam (Bani Saljuk- Turki Utsmani) kedua ada isu bahwa Holly Spulcher akan dibakar umat Islam ditambahi isu dari seorang pendeta Kristen yang bernama Peter Amien yang mengatakan bahwa para peiiarah Kristen di Yerussalem diganggu umat Islam.


Mereka mengindoktrinisasi kebencian ini kepada generasi berikutnya dan berkolaborasi kuat dengan iblis lainnya setelah Theodore Heczel mendirikan pergerakan Zionsme inetrnasional. Dari kolaborasi inilah lahirlah iblis-iblis baru yang dikomandoi 3 kekuatan dajjal dunia: George W. Bush (radikal Kristen AS) yang menyerang melalui kekuatannya sebagai negara paling ditakuti dunia yang didukung kuat aliansi barat dan yahudi internasional dengan melontarkan opini teroris, Paus Benxdiktus IX (pemimpin katholik Roma) yang lebih mefokuskan diri dalam penggalangan kekuatan untuk menyerang Islam melalui jalur keagamaan dengan program kristenisasi.

Peggalangan kekuatan ini nampaknya sesuai dengan peringatan Allah dalam Al-Qur’an, “Orang yahudi dan nasrani tidak akan merasa senang salama kita belum mengikuti millah mereka” Beberapa opini yang merugikan Islam kerapkali dilontarkan baik melalui media, kebijakan pemerintah ataupun kebijakan rasialis gereja yang menggeneralisasikan islam secara negative sehingga mereka membuat istilah fundamentalisme, radikalisme, terrorist dengan tidak melihat kondisi daerah, orientasi gerakan dan apa yang diperjuangkan.

Kadang mereka menerapkan standar ganda bila melihat pergerakan pembebasan di Inggeris (IRA)
[1], Jerman (Bader Meinhoff)[2], Jepang (Aun San Shinkryu)[3] dan sekte-sekte keagamaan lainnya yang Pola orientasi pergerakan jauh lebih merusak tapi opini terrorist tidak pernah tersentuh dan tidak pernah menjadi opini public masyarakat barat secara dramatisir. Berbeda dengan perjuangan Islam di filipina (Moro), Palestina (Hamas), Libanon (Hizbullah), India (Kashmir), Aljazair (FIS), Thailand (Patani) mereka memutarbalikan balikan fakta perjuangan dari gerakan sparatis menjadi gerakan teroris yang sangat berbahaya dan harus dikucilkan.

Pola ini hampir sama dengan imperialisme dan kolonialisme kuno dengan akar Ketidakadilan inilah yang menjadi latar belakang perlawanan Islam terhadap kesewenang-wenangan dunia barat, sehingga banyak negara Islam yang merdeka dan kembali terulang lagi dengan dalih teroris inipula imperialis Dajjal AS mencaplok Afganistan dan menganeksasi Irak dengan dalih perlu adanya demokratisasi dan pengawasan adanya senjata pembunuh massal yang sampai sekarang tidak pernah terbukti ada di Irak setelah Saddam Husein tertangkap begitu juga dengan dalih mengejar tokoh Al-Qaidah di perbatasan Pakistan-Afganistan sampai sekarang Osammah bin Ladeen tidak pernah terdengar lagi. kemudian melalui propokasi media seperti yang dilakukan Jillen Posten (Denmark)
[4] dengan terakhir pernyataan menghinaan Paus Benekdiktus IX [5] tentang Rasulullah yang menandakan perlawanan mereka tidak pernah terhenti, saying umat islam masih tidur tidak merasasakan perdetik mereka mencoba.

2. Fase-fase Pergerakan

Harokatul Islamiyah terbentuk dari gerakan jamaah dan gerakan dakwah yang bersifat wajib bagi seorang muslim sebagaimana diungkapkan dalam beberapa surat dalam Al-Qur’an. “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh pada ma’ruf dan mencegah pada kemunkaran dan merekalah orang beruntung”. (QS Ali Imron 104) begitu juga dalam QS. Ash-shof 4 mengungkapkan : “Sesungguhnya allah menyukai orang-orng yang berjuang dijalannya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersususun kokoh kuat”

Rosulullah SAW mengungkapkan : “Man lam yahtum biamril muslimiina falaisa minhum (barang siapa yang tidak mementingkan urusan (kepentingan kaum muslimin) maka ia bukan dari golongan mereka)”(HR. Tabrani)
[6]. Rasulullah-pun mengancam dalam ungkapannya : “Man khorojja anith tho’at wa paaraqol jama’ata pamaata maata maiitatan jaahiliyyatan (Barang siapa yang keluar dari ketaatan dan memisahkan diri dari jamaah, jika ia meninggal, maka meninggalnya itu dalam kesesatan jahiliyah (HR Muslim)[7]

Pergerakan Islam bukan hal yang baru terhadap pola arogansi barat yang dipacu dendam sejarah perang salib dan berlanjut ketika barat melancarkan imperialisme dan kolonialismenya yang menjarah negeri Islam yang membentang dari Asia sampai Afrika pada abad ke 15 sampai abad ke 19 tapi mendapat perlawanan yang keras setelah bangkitnya negara islama dari keetrpurukan yang mendapat pengaruh dari pelopor pembaharuan seorang tokoh ulama suriah, Taqiyuddin Ibnu Taimiyah (1263-1328) dengan sahabatnya sekaligus muridnya Ibnu Qoyyim Al-Jauziah sumber :
Ahmad Elqorni
Anda mungkin juga meminati:

Harakah Islamiyah (Perjalanan Mengulang Sejarah) 2

arakah Islamiyah (Perjalanan Mengulang Sejarah) 2


Lembaran Kebangkitan
Daulah Islamiyah (Khilafah Islamiyyah) dan hukum Islam tidak akan tegak kecuali dengan Jihad dan Jihad bisa ditegakkan jika ada Harokah Islamiyyah yang mendidik para pengikutnya dengan tarbiyyah atau pendidikan Islam.

-Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam-

            Kata harokah menurut etimologi bahasa Arab, diambil dari akar kata at taharruk yang artinya bergerak. Istilah tersebut kemudian menjadi populer dengan arti "Sekelompok orang atau suatu gerakan yang mempunyai suatu target tertentu, dan mereka berusaha bergerak serta berupaya untuk mencapainya". Makna istilah ini masih termasuk dalam kategori makna lughawi untuk kata tersebut.

            Maka, dalam konteks ini, kata Harokah Islamiyyah memiliki arti sebuah pergerakan Islam yang dilakukan oleh individu maupun kelompok yang memiliki tujuan mengembalikan Khilafah Islamiyyah dan berusaha menebarkan nilai-nilai Islam di atas permukaan bumi.

            Ada Jama’ah Islamiyyah di India dan Pakistan yang diprakarsai oleh Abul A’la al-Maududi, ada al-Ikhwan al-Muslimin di Mesir yang didirikan oleh Imam Hasan al-Banna, muncul Hizbut Tahrir di Palestina oleh Taqiyuddin an-Nabhani. Di negeri kita sendiri, pergerakan ini sudah muncul sejak zaman kemerdekaan. Meskipun pada tahun 840 M, telah berdiri kerajaan Islam pertama di utara Sumatera; Kerajaan Perlak yang kemudian disusul oleh berdirinya kerajaan Islam lainnya seperti Samudera Pasai, Demak, Mataram Islam, namun dunia pergerakan Islam lebih mengenal istilah Harokah Islamiyyah sebagai sebuah gerakan kebangkitan yang dimulai sejak runtuhnya khilafah pada tahun 1924 M. Runtuhnya khilafah menandai berawalnya babak baru bagi Islam dalam kancah persaingan memimpin dunia, bersikutan dengan ideologi sempalan lain di luar Islam.

            Moh. Natsir dan Buya Hamka merupakan 2 tokoh yang terbilang aktif dalam upayanya menegakkan Diin Islam di bumi Indonesia. Buya Hamka tercatat sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia yang pertama, bahkan Moh. Natsir sempat 2 kali menjadi Perdana Menteri Indonesia ketika Indonesia menganut sistem Parlementer dengan membentuk Kabinet Natsir I dan Kabinet Natsir II. Ketika perumusan Pancasila pun, Natsir dan beberapa tokoh Islam lainnya termasuk yang paling ‘getol’ mempertahankan bunyi sila pertama ketika itu, yakni “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

            Sebelumnya, Partai Masyumi dan Sarikat Dagang Islam telah terlebih dahulu memulai perjalanan panjang ini, bahkan sempat pula muncul gerakan Jong Islam Bond sebagai basis perkumpulan pemuda-pemuda Islam se-Indonesia dalam usaha memerdekakan bangsa ini. Setelah ketiganya dibubarkan, perlahan muncul 2 organisasi Islam yang kini menjadi yang terbesar di Indonesia, Nahdhlatul ‘Ulama oleh KH. Hasyim Asy’ari dan Muhammadiyah oleh KH. Ahmad Dahlan. Perlahan tapi pasti terbentuk partai-partai Islam dan ormas-ormas Islam sejak dekade ’80-an hingga sekarang, meskipun pada awal kemunculannya mendapat pertentangan dan perlawanan keras dari pemerintah ketika itu. Ada Laskar Jihad milik Ja’far ‘Umar Thalib, ada Hizbut Tahrir Indonesia, Front Pembela Islam milik Habib Rizieq Shihab, Forum ‘Umat Islam, Majelis Intelektual dan ‘Ulama Muda Indonesia (MIUMI), INSISTS, Harokah Sunniyah untuk Masyarakat Islami (HASMI), Jama’ah Tabligh, Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia oleh Adian Husaini, kelompok Salafi, PERSIS oleh A. Hassan, al-Irsyad, Anshorut Tauhid, bahkan kini ada komunitas #IndonesiaTanpaJIL. Di parlemen, partai Islam pun tak mau kalah. Ada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) hasil didikan NU, Partai Amanat Nasional (PAN) keluaran dari Muhammadiyah, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Keadilan yang kemudian berubah nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang relatif muda dan masih bersih.

 Harakah Islamiyah (Perjalanan Mengulang Sejarah) 1

Harakah Islamiyah (Perjalanan Mengulang Sejarah) 1
Setengah-setengah orang kata
Sejarah itu ibarat pentas bermain wayang
Cerita-cerita yang lalu dihurai
Dipanjang-panjangkan

Kalau begitu
Takkanlah mustahil untuk giliran Islam pula yang mendatang
Tamadun kita yang dulu
Yang indah gemilang
Hidup semula
Kembali segar bugar di dunia yang luas

-Syed M. Naquib al-Attas-

            Adalah Musthafa Kemal at-Tatturk, 89 tahun yang lalu mencatatkan namanya dalam sejarah peradaban Islam. Kekhalifaan yang dirintis sejak wafatnya Sang Nabi akhir zaman, runtuh melalui jargon sekularisme atas nama ‘kemajuan bangsa’. Maka jadilah Turki sebagai “The Sick Man in Europe”, hari minggu menjadi hari penting sehingga perlu ‘dimerahkan’, negeri-negeri Islam terpecah belah, satu-persatu masuk ke dalam area jajahan Inggris, Perancis, dan negeri adidaya lain dari benua biru, negara Israel berdiri di tengah kedamaian penduduk Palestina. Tinggalah Islam sekedar ritual ibadah yang kosong dan bidang-bidang kehidupan itu menjauh dari nilai-nilai Diin ini.

            Sebelumnya, Musthafa Kemal bersama Menteri Luar Negeri Inggris ketika itu membuat perundingan yang menghasilkan 4 poin, sebagai berikut:



1. Meruntuhkan Khilafah Islam
2. Menumpas upaya apapun untuk mengembalikan Khilafah
3. Memerangi syi'ar-syi'ar Islam
4. Mengambil undang-undang Eropa sebagai undang-undang Turki yang baru

Sebagai konsekuensi dari perundingan di atas, Musthofa Kamal melarang hijab bagi para wanita, memerangi syi’ar-syi’ar Islam, melarang penulisan-penulisan Al qur’an dengan bahasa Arab, memerintahkan imam-imam masjid mengimami sholat dengan bahasa Turki, melarang haji, melarang sholat berjama’ah bagi pegawai pemerintah, bahkan memerintahkan satuan-satuan polisi untuk merazia wanita-wanita yang mengenakan hijab, bahkan lebih dari itu mereka diberi wewenang untuk merobek-robek pakaian para wanita muslimah di pasar-pasar dan di tempat-tempat umum lainnya.
Belum ada setahun sejak kejadian memilukan itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menampilkan prajurit-prajurit terbaiknya di permukaan bumi. Untuk menegaskan kembali tentang ayat-ayatnya; “Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (at-Taubah: 32). Maka, muncullah beragam gerakan dalam upaya mengembalikan kepemimpinan Islam di atas dunia. Ide Pan-Islamisme bertebaran hampir di seluruh penjuru. Dan cerita  itu memulakan paragraf perjuangannya.
Harakah Islamiyah (Perjalanan Mengulang Sejarah) 3
Kerikil Kecil
            Sejak 3 Maret 1924 M, umat Islam telah kehilangan sebuah Jama’atul Muslimin yang berfungsi menyatukan seluruh lapisan masyarakat muslim dalam satu komando yang sama. Maka, berdirinya Harokah Islamiyyah merupakan alternatif metode untuk menyatukan umat dalam satu panji; Islam. Munculnya beragam harokah ini, beragam organisasi, maupun partai, telah membuat beberapa kalangan umat Islam khawatir. Khawatir jangan-jangan keberagaman dan perbedaan ini justru malah memecah belah umat Islam. Khawatir dengan keadaan yang ada, bahkan tak jarang di antara mereka memilih tidak memilih jama’ah atau kelompok apapun. Bahkan yang lebih ekstrem, di antara kelompok-kelompok yang ada malah saling mencaci-maki dan (na’udzubillahi min dzalika) saling mengafirkan.
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
-QS. Ali Imran: 104-“Arti segolongan,” kata Ust. Felix Siauw, “dalam ayat di atas mengacu bukan hanya 1 kelompok saja. Tapi juga berarti beberapa kelompok”. Dengan begitu keberagaman kelompok-kelompok pergerakan Islam – khususnya di Indonesia – bukanlah menjadi sesuatu hal yang menjadi alasan bagi seseorang yang tergabung dalam suatu kelompok atau jama’ah kemudian menjadi ash-Shobiyah. Menganggap kelompoknya yang paling benar dan paling berhak masuk surga. Membela kelompoknya meskipun melakukan kesalahan. Hingga ia merendahkan kelompok lain, enggan bekerja sama, menghina, bahkan sampai tahap mengafirkan. Karena pada dasarnya, menurut Yusuf Qordhowi, “Partai itu ibarat madzhab dalam politik, dan Madzhab itu ibarat partai dalam fiqh”.

            Pun meskipun jama’ah dan kelompok ini berbeda, yang berbeda hanyalah dalam hal metode bukan tujuan akhir. Dapat dipastikan kelompok harokah yang ada saat ini bertujuan menyebarkan benih-benih nilai keIslaman di seluruh aspek kehidupan dan mengembalikan Khilafah Islamiyyah. Hanya saja berbeda metodenya, ada yang melalui parlemen, bidang sosial, jihad fisik, seruan untuk mendirikan Khilafah, mengajarkan tauhid sebagai ujung tombak, dan lainnya. Di bidang media, umumnya tiap kelompok memiliki media tersendiri dari mulai radio (Radio Rodja, Radio ‘Alaikassalam, Dakta FM), televisi (Insan TV), majalah (SABILI, UMMI, Annida), bulletin (al-Islam), sampai penerbit buku (Pustaka al-Kautsar, Darul Haq, al-I’tishom, Pro-U Media, Khilafa Press).
            Perseteruan yang kadang terjadi antarjama’ah atau kelompok ibarat saudara kandung yang sedang bertengkar. Tetap satu rumah, konflik yang terjadi hanya sebuah selingan. Malamnya, sudah makan dan menonton televisi bersama lagi.
            Ini merupakan sebuah proyek amal jama’I yang harus terus berjalan. Melalui beragam pembinaan sedari awal, sehingga tidak tercipta pengkultusan terhadap seorang tokoh. Sehingga, ketika ia berhenti maka kelompoknya juga berhenti. Ketika seorang jama’ahnya pun memilih keluar dari kelompoknya, bukan berarti ia murtad dari agama Islam, karena sekali lagi Harokah Islamiyyah hanyalah alternatif metode untuk menyatukan umat Islam. Ketika ia keluar, semoga saja ia tetap berada di atas suatu jama’ah, meskipun berbeda metodenya dengan jama’ah yang kita bergabung di dalamnya.
            Justru, yang patut menjadi perhatian adalah mereka yang tidak memilih jama’ah apapun. Atau mungkin ingin membuat jama’ah sendiri? Apapun alasannya, bersendiri bukanlah pilihan yang bijak. Bukankah sholat berjama’ah pahalanya lebih banyak dari sholat sendiri? Bukankah domba lebih mudah diterkam serigala ketika sendiri? Melalui bergabung dalam suatu jama’ah Islam, kita dapat memiliki teman-teman yang saling mengingatkan. Bila diri ini sudah menjauh dari Islam, telah banyak maksiat, terus menambah puing-puing dosa, ketika memiliki mereka yang siap mengingatkan. Yang bersedia mengangkat kita ketika terjatuh, menghibur ketika sedih, mengobati ketika terluka, dengan ikhlas, lillahi ta’ala. Atas nama Islam, atas nama ukhuwah.
            Tentunya kita tetap berharap, agar kelompok-kelompok yang ada akhirnya menjadi satu Jama’atul Muslimin demi menegakkan agama ini (Iqomatud Diin). Yang perlu digarisbawahi pula, jama’ah atau kelompok Islamiyyah yang disebutkan di atas adalah insya Allah kelompok yang memiliki cita yang sama, pedoman yang sama, meskipun metodenya berbeda. Sedang ada kelompok-kelompok Islam yang dapat kita sebut dengan kelompok ‘sempalan’, mendompleng nama Islam tetapi jauh dari nilai keIslaman. Ada Syi’ah yang sangat mengagungkan ‘Ali rodhiyallohu ‘anhu dan menolak mengakui shahabat Nabi yang lain, Ahmadiyah yang mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Rasul setelah Rasulullah shollallohu ‘alaihi wassalam, Islam Liberal yang kini dimotori oleh Ulil Abshar Abdalla. Ketiganya merupakan kelompok ‘Islam” namun jelas berbeda dengan kelompok yang telah disebutkan sebelumnya.

            Bila di Malaysia telah menyatakan diri sebagai negeri Islam dan hanya ada satu partai Islam di sana (PAS), bila di Mesir al-Ikhwan al-Muslimin, Jama’ah Tabligh, dan Salafi akhirnya dapat berkompromi, bila di Turki memiliki Perdana Menteri yang telah dibina (tarbiyah) dengan baik. Tentunya kita berharap negeri ini dapat seperti pula. Bahkan dapat kembali menjadi satu bagian kekhalifaan dengan negeri muslim lainnya.

Insya Allah.
Jadilah kalian seperti pohon,
Jika manusia melemparinya dengan batu,
Ia melemparinya dengan buah.

-Imam Hasan al-Banna-



Sumber Referensi:

Adian Husaini, Hendak Kemana (Islam) Indonesia?
Artawijaya, #IndonesiaTanpaLiberal
Imam Hasan al-Banna, Risalah Bainal ‘Amsi wal Yaumi
Muhamad Yasir Lc., Jangan Hidup Jika Tak Memberi Manfaat
http://al-fatih.blogspot.com/2008/08/seputar-gerakan-islam-klasifikasi.html
http://ramonsarbre.blogspot.com/2010/04/sejarah-penyebaran-islam-di-indonesia.html
http://ustadchandra.wordpress.com/2012/04/19/menyikapi-fenomena-keberagaman-harakah-islamiyah/

http://www.oocities.org/tau_jih/d-harokah.htm

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan       : MI Islamiyah Ciwaru Kelas/semester : I ( satu ) / I (satu) Tema/...